Kamis, 10.08.2017, aku bersama salah satu admin dan fotografer senior, kang Hasbie, juga salah satu Laskar : kang Jaka, survey ke salah satu kampung di Cigentur Majalaya.
Jadi ceritanya mengapa kami bisa kesana, karena salah satu peserta KKN yang sedang KKN di sana adalah bu Dina, salah satu pendongeng di PPMI. Bu Dina ini mencari donasi buku untuk kampung tersebut karena akan dibuat saung buku di sana, sekaligus dalam memperingati hari Proklamasi kemerdekaan Indonesia, akan diakan lomba mewarnai. Kami, Laskar Kampungku yang mempunyai program berbagi buku dengan senang hati jika bisa membantu Kampung dimanapun berada.
Ketika kemarin kesana, di jalan utama, ada pabrik-pabrik kapas yang menjadi tumpuan pekerjaan warga kampung Cigentur juga.
Setelah berkeliling ke pabrik kapas, kami menuju ke pusat saung buku di Nurul Huda, karena letaknya yang strategis dan di jalan utama, sehingga bisa diakses oleh banyak orang.
Dari Nurul Huda, kami menuju RW 08. Keluar gerbang dan masuk gang. Masuk gang yang dipenuhi hiasan 17 Agustus, kemudian ketika keluat, terlihatlah hamparan sawah membentang. Sebetulnya aku ingat ketika di kampungnya kang Jaka dan kang Dedi Akung, tapi ini bedanya jalannya lebih kecil. Jalan berlika kami lewati dikelilingi sawah yang menguning dan sudah mulai panen. Kemudian mulailah jalan kecil berbatu yang membuatku pindah motor, hehe.
Sebetulnya melewati sawah dan kampung tadi saja rasanya sudah ingin turun dan foto, I love foto kampung dimanapun. Tapi kami parkir di rumah bu RW.
Di rumah ini sedang dirintis PAUD. Anak-anak di sini cukup jauh jika ingin bersekolah, oleh karenanya tim KKN bu Dina merintis PAUD di sini. Namun kendala yang dihadapi jika tim KKN sudah tidak ada, mereka bingung siapa yang mengajar.
Selain PAUD, mereka akan membuat perpustakaan mini di madrasah ini. Madrasah yg cukup memprihatinkan menurutku. Yang mengajar adalah bu ustadzah, 11 tahun mengajar tanpa dibayar.
Begini, aku share di sini karena perlu menjelaskan sedikit bahwa kondisi di Majalaya pada umumnya kebanyakan buruh pabrik. Aku ingat cerita suamiku (karena suami orang Majalaya juga), dulu waktu suami kuliah S-1 di UPI tahun 2000, banyak sekali tetangga, saudara yang mencemooh bapak. "Ngapain sekolah tinggi-tinggi, nanti juga kerja di pabrik."
"Udah jangan buang-buang uang sekolah, nanti juga jadi buruh."
Kurang lebih begitu dulu, dan ternyata di beberapa desa masih seperti itu sampai sekarang.
Kondisi di RW 08 ini karena jauh dari sekolah, orang tua sibuk ke pabrik, jadi kesadaran orang tua di bidang pendidikan masih sangat kurang. Mereka berfikiran, sekolah biasa saja juga nanti bisa kerja di pabrik, bisa bangun rumah, bisa kredit motor, bisa beli emas, dll. Ya, seperti itu, dan sayang sekali, anak-anak yang seharusnya bisa sekolah, bermain sambil belajar, kurang sekali terperhatikan.
Menurutku, mari kita bantu apa yang bisa kita bantu. Jika kita bisa bantu dengan berdonasi buku-buku bagi anak-anak di sana, karena buku adalah jendela dunia. Walau mereka lumayan jauh dari sekolah, mudah-mudahan mereka bisa melihat luar sana dari buku dan menambah ilmu, daaan wish all the best for them. jujur, aku rasanya ingin juga bisa kapan-kapan mengajar mereka. Mungkin sebulan sekali gitu, atau siapa teman-teman yang bisa mengajar juga silahkan. Aku bahagia juga, salah satu mahasiswiku dulu tahun 2010 sedang melanjutkan kuliah S-1 nya dan satu grup dengan bu Dina ini, turut dalam merintis PAUD dan membuat taman baca ini.
Rencana mereka akan mengadakan lomba mewarnai tanggal 18-19 Agustus 2017 dan 21 Agustusnya launching Saung Buku.
Siapapun, dimanapun, untuk kampung Indonesia, jika memang bisa, Insya Allah Laskar Kampungku akan bantu. Aamiiin.
So, jika teman-teman bisa bantu mencarikan donasi buku cerita bekas bacanya untuk dimanfaatkan anak-anak kampung di berbagai wilayah di Indonesia, boleh inbox kami Laskar Kampungku.
Foto-fotoku lainnya nanti dishare di grup ya :)
www.laskarkampungku.com
www.fb.com/groups/laskarkampungku
Jadi ceritanya mengapa kami bisa kesana, karena salah satu peserta KKN yang sedang KKN di sana adalah bu Dina, salah satu pendongeng di PPMI. Bu Dina ini mencari donasi buku untuk kampung tersebut karena akan dibuat saung buku di sana, sekaligus dalam memperingati hari Proklamasi kemerdekaan Indonesia, akan diakan lomba mewarnai. Kami, Laskar Kampungku yang mempunyai program berbagi buku dengan senang hati jika bisa membantu Kampung dimanapun berada.
Ketika kemarin kesana, di jalan utama, ada pabrik-pabrik kapas yang menjadi tumpuan pekerjaan warga kampung Cigentur juga.
Setelah berkeliling ke pabrik kapas, kami menuju ke pusat saung buku di Nurul Huda, karena letaknya yang strategis dan di jalan utama, sehingga bisa diakses oleh banyak orang.
Dari Nurul Huda, kami menuju RW 08. Keluar gerbang dan masuk gang. Masuk gang yang dipenuhi hiasan 17 Agustus, kemudian ketika keluat, terlihatlah hamparan sawah membentang. Sebetulnya aku ingat ketika di kampungnya kang Jaka dan kang Dedi Akung, tapi ini bedanya jalannya lebih kecil. Jalan berlika kami lewati dikelilingi sawah yang menguning dan sudah mulai panen. Kemudian mulailah jalan kecil berbatu yang membuatku pindah motor, hehe.
Sebetulnya melewati sawah dan kampung tadi saja rasanya sudah ingin turun dan foto, I love foto kampung dimanapun. Tapi kami parkir di rumah bu RW.
Di rumah ini sedang dirintis PAUD. Anak-anak di sini cukup jauh jika ingin bersekolah, oleh karenanya tim KKN bu Dina merintis PAUD di sini. Namun kendala yang dihadapi jika tim KKN sudah tidak ada, mereka bingung siapa yang mengajar.
Selain PAUD, mereka akan membuat perpustakaan mini di madrasah ini. Madrasah yg cukup memprihatinkan menurutku. Yang mengajar adalah bu ustadzah, 11 tahun mengajar tanpa dibayar.
Begini, aku share di sini karena perlu menjelaskan sedikit bahwa kondisi di Majalaya pada umumnya kebanyakan buruh pabrik. Aku ingat cerita suamiku (karena suami orang Majalaya juga), dulu waktu suami kuliah S-1 di UPI tahun 2000, banyak sekali tetangga, saudara yang mencemooh bapak. "Ngapain sekolah tinggi-tinggi, nanti juga kerja di pabrik."
"Udah jangan buang-buang uang sekolah, nanti juga jadi buruh."
Kurang lebih begitu dulu, dan ternyata di beberapa desa masih seperti itu sampai sekarang.
Kondisi di RW 08 ini karena jauh dari sekolah, orang tua sibuk ke pabrik, jadi kesadaran orang tua di bidang pendidikan masih sangat kurang. Mereka berfikiran, sekolah biasa saja juga nanti bisa kerja di pabrik, bisa bangun rumah, bisa kredit motor, bisa beli emas, dll. Ya, seperti itu, dan sayang sekali, anak-anak yang seharusnya bisa sekolah, bermain sambil belajar, kurang sekali terperhatikan.
Menurutku, mari kita bantu apa yang bisa kita bantu. Jika kita bisa bantu dengan berdonasi buku-buku bagi anak-anak di sana, karena buku adalah jendela dunia. Walau mereka lumayan jauh dari sekolah, mudah-mudahan mereka bisa melihat luar sana dari buku dan menambah ilmu, daaan wish all the best for them. jujur, aku rasanya ingin juga bisa kapan-kapan mengajar mereka. Mungkin sebulan sekali gitu, atau siapa teman-teman yang bisa mengajar juga silahkan. Aku bahagia juga, salah satu mahasiswiku dulu tahun 2010 sedang melanjutkan kuliah S-1 nya dan satu grup dengan bu Dina ini, turut dalam merintis PAUD dan membuat taman baca ini.
Rencana mereka akan mengadakan lomba mewarnai tanggal 18-19 Agustus 2017 dan 21 Agustusnya launching Saung Buku.
Siapapun, dimanapun, untuk kampung Indonesia, jika memang bisa, Insya Allah Laskar Kampungku akan bantu. Aamiiin.
So, jika teman-teman bisa bantu mencarikan donasi buku cerita bekas bacanya untuk dimanfaatkan anak-anak kampung di berbagai wilayah di Indonesia, boleh inbox kami Laskar Kampungku.
Foto-fotoku lainnya nanti dishare di grup ya :)
www.laskarkampungku.com
www.fb.com/groups/laskarkampungku