5 hari berlalu dari charity kami di Plumpang dan Teluk Gong, tapi ada 2 anak yang terus terbayang di pikiranku. Mereka adalah Songa di Plumpang dan Si cantik baju kuning di Teluk Gong.

Songa, nama yang agak tidak umum di Jakarta, ternyata Songa turunan Batak dan Ambon, yang membuat saya dan Stefano mengagumi sekali kecantikannya. Iya, cantik sekali, tidak bisa dicapture dengan foto sepertinya kecantikannya.



Ada alasan kenapa Stefano mengajak aku ke rumah Songa. Pertama aku lewati gang dan tumpukan sampah, jembatan semi permanen, dan langsung tertuju ke rumahnya. Langsung terlihatlah kekhawatiran Stefano. Rumah Songa semi permanen dengan kayu, triplek tambal-tambal, dan terlihat sudah miring, agak ngeri juga kalau ambruk bagaimana. Seperti ini rumahnya

Aku dan Stefano ngobrol di dalam. Kami berbincang-bincang.Ternyata, ibu Songa yang bernama Diana sudah menjadi warga Jakarta dari kecil. Diana dan orang tuanya memang turunan suku Batak dan terlihat dari wajah khasnya. Tapi semua sudah merantau ke Jakarta dari Diana kecil. Diana beli Rumah yang sekarang ditinggali itu 3 tahun lalu. Suami Diana pekerja serabutan, dan saat kami kesana, sedang bekerja menjadi supir.

Diana bilang memang rumahnya miring baru hampir setahun ini, mungkin karena beban berat dan sudah lapuknya pondasi karena air. Jadi di bawah rumah tersebut adalah seperti sungai tidak mengalir atau kubangan kotor berisi sampah. Doa kami mudah-mudahan mereka selalu sehat dengan kondisi kebersihan seperti itu.

Bagaimanapun keinginan untuk memperbaiki rumah itu pasti selalu ada, tapi bingung dari mana biayanya, belum lagi harus pindah kemana jika ambruk atau diperbaiki seadanya.

Stefano sangat tersentuh dengan keadaan mereka. Stefano dan Diana seperti terkoneksi, hingga Diana pun meneteskan air mata ketika kami akan pergi. 

"Semoga selalu sabar, ya, bu. mudah-mudahan ada solusi untuk rumah ibu, juga untuk kehidupan ibu dan Songa.",ucapku saat akan pamit.


Stefano adalah salah satu guru fotograferku. Kami berkenalan beberapa bulan lalu di FB saat Romadhon, kebetulan beliau mengenal salah satu sahabatku, Deni. Stefano Romano adalah salah satu fotografer Muslim Italia ternama yang baru saja launching bukunya yang berjudul Kampungku Indonesia, yang berisi foto-foto portrait, human interest, story, quote khas beliau. Awal perkenalan dan berbicara di whatsapp memang sepertinya Stefano orang yang keras kalau menurut saya, tapi seringnya berkomunikasi, beberapa kali bertemu, membuat saya melihat apa yang beliau lihat di kampung di Indonesia. Betapa beliau mencintai sesama, sangat menyukai anak-anak, ingin turut membantu mereka, luar biasa, dan membuat saya dan siapapun yang mengenalnya, Insya Allah ingin turut membantu mereka.

Tulisan ini khusus sy dedikasikan untuk my teacher, Stefano Romano, untuk Songa yang cantik dan ibu Diana semoga ada orang-orang yang tergerak untuk membantu sehingga bisa tidur dengan tenang tanpa kekhawatiran rumahnya ambruk, dan untuk pak Djoko Yayasan Kebun Anggur.


Let's Help Songa
www.iwungfoundation.com



Jumat, 26 Agustus 2016 adalah salah satu hari Jumat yang menakjubkan bagi saya. Semoga Allah memberikan kami berkah dan hidayah-Nya selalu untuk kami.
Saya dikabari oleh Stefano Romano yg merupakan fotografer Itali yang sedang launching and promo bukunya Kampungku Indonesia, untuk diharapkan untuk datang ke Jakarta merupakan hal baru karena lingkungan yang akan kami datangi termasuk prasejahtera, dimana banyak Anak jalanan dan Anak kolong jembatan.
Ketika saya melihat foto-foto Stefano Romano, hati saya semakin terenyuh. Sayapun mengkoordinir member dari grup fb sy untuk mengumpulkan baju layak pakai untuk mereka.
Hari minus 1, sahabat dan staff Yayasan saya yang harusnya turut mengantar ternyata batal, karena masih ada pekerjaan kantor yang tidak bisa ditinggal. Sampai jam 7 malam belum ada kabar supir yang bisa antar saya dan Kak Kus. Kebetulan sy mengajak Kak Kus untuk mendongeng di sana. Akhirnya, keputusanpun diambil bahwa kami berangkat menggunakan travel, dan meninggalkan 2dus besar donasi , dan akan dikirim via paket.
Tiket travel yang masih kosong tinggal waktu subuh, saya siap-siap jam 3 subuh. Alhamdulillah suamiku mendukung dan gantian menjaga anak-anak. Suami tidak bisa mengantar karena harus ke kampus untuk jadwal mengajar.
Alhamdulillah perjalanan subuh lancar, jam5-7 pagi sudah sampai, yang justru luar biasa jalanan penuh di Jakartanya.
Sesampai di Plumpang Jakarta, melihat anak-anak seperti men charge kita, dongeng Kak Kus menghipnotis anak-anak. Semua begitu ceria dan bahagia. Senang sekali melihatnya. Setelah duhur, acara selesai, saya ikut Stefano keliling. Di situlah mulai terlihat bagaimana lingkungan mereka.


Perkampungan sempit, penuh sampah, dekat pembuangan air, solokan kumuh, rumah semi permanent, bahkan ada yang hampir rubuh. Begitu terenyuh melihat sebagian lingkungan dan keadaan mereka.








Dari Plumpang kami makan siang. Begitu banyak masukan dari guru fotografiku. Fotografi bukan memfoto untuk orang lain, tapi dari dirimu sendiri, foto ini untuk dirimu, foto ini bercerita apa maksud dr dirimu akan foto tersebut, mata dan hatimu yang akan berbicara. Biar orang berkata apa, jangan mudah menyerah, tetap belajar dan terus mengasah mata dan hatimu, dan banyak sekali masukan dari beliau. Mungkin nanti saya cerita khusus deh tentang beliau :)
Sebetulnya, saya sudah bertahun-tahun lalu ingin belajar Fotografi dan painting karena saya suka. Tahun ini Allah mengabulkan, alhamdulillah. Rencana ingin kuliah lagi tapi tidak jadi ternyata membuatku semangat belajar hal lain.
Kembali ke setelah makan siang, kami pergi ke Kolong Jembatan Teluk Gong Jkt. Pertama kali datang langsung disambut dengan tumpukan sampah, Rumah semi permanent di pinggir sungai. Ketika masuk ke lingkungan kolong jembatan, begitu banyak deretan Rumah petakan, tumpukan sampah, banyak genangan air Kotor, bahkan hingga kuda-kuda tertambat di sana dengan kotoran dimana-mana.





Di antara lingkungan tersebut, ada lahan penuh pohon pisang dengan buahnya yang lebat, kursi-kursi dan banyak anak belajar di sana. Di sana lah saya dan Kak Kus menghibur anak-anak. Anak-anakpun senang, terutama dengan cerita dan sulap dari Kak Kus.
Setelah acara selesai dan anak-anak akan pulang, saya bertemu anak luar biasa ini. Cantik sekali, setelah foto dia berlari membawa makanannya ke rumahnya di antara kubangan air kotor,tumpukan sampah dan kolong jembatan.
What a speechless moment until now, never forget.
Kami pulang dari Jakarta menuju Bandung pukul 21.00. Walau jalan penuh sekali dan sampai rumah jam 03.00, tapi sangat worthed.
Terima kasih my teacher, Stefano Romano untuk mengasah mata dan hatiku. Terima kasih pak Djoko Yayasan Kebun Anggur untuk merawat mereka.
Terima kasih Kak Kus untuk menghibur mereka.
www.iwungfoundation.com
www.BuGrace.co.id